Minggu, 01 Agustus 2010
(sebuah pencerahan yang terus berlanjut)
Perjalanan ke Bali yang telah saya lakukan tidak hanya dua atau tiga kali saja selalu punya makna tersendiri setiap kali menjalaninya; walau makna itu hampir sama pada perjalanan satu dengan perjalanan yang lainnya, tetapi tetap saja suasana itu membuat saya selalu ingin pergi ke Bali dan ke Bali lagi.
Memang bagi saya yang adalah warga Jogja, saat mempromosikan Jogja kepada masyarakat Jogja sendiri, agar lebih PD (percaya diri) dalam masalah pariwisatanya saya selalu punya slogan guyon : “Bali Wae neng Jogja”; saya tetap tidak bisa memungkiri; bahwa untuk menjadi seperti Bali; Jogja masih perlu proses yang panjang dan berliku.
Kembali ke awal perbincangan; bahwa di setiap kali saya melakukan perjalanan ke Bali; saya selalu menangkap satu makna yang tidak bisa saya lupa dan selalu melekat dihati saya yaitu tentang sesaji. Dan makna ataupun aura sesaji itu selalu masuk ke relung hati saya saat perjalanan baru memasuki pintu gerbang pulau Bali yaitu Pelabuhan Gilimanuk.
Barangkali semua itu bisa terekam begitu dalam pada relung hati saya dikarenakan di hampir sebagian masyarakat (yang berada di) Bali, pada hampir semua rumahnya ada sesaji.
Pada masa-masa sekolah antara akhir SD sampai dengan pertengahan SMA; terus terang dalam setiap membaca buku atau mendengarkan kisah tentang Bali dan adat kebudayaan serta kepercayaannya saya selalu mempunyai konotasi yang negatif tentang sesaji; barulah setelah mengalami sendiri dan melihat langsung tentang sesaji yang dilakukan oleh masyarakat Bali dan juga melihat langsung kehidupan sehari-hari masyarakat Bali; pikiran itu secara drastis langsung berubah.
Masyarakat atau orang Bali menurut saya sudah identik dengan sesaji; kalau tanpa sesaji berarti sudah bukan murni orang Bali secara utuh; paling tidak itu adalah gambaran saya saat ini, tentu saja pikiran saya ini dengan tidak mempunyai konotasi yang negatif pada orang Bali yang sudah tidak melakukan ritual sesaji.
Dalam setiap kesempatan; saat mendengar cerita bahwa masyarakat Bali terutama yang tingkat perekonomiannya dibawah rata-rata; saat bekerja dan mendapatkan upah; upah itu habis sebagian besar hanya untuk sesaji. Kalau saya nilai secara duniawi itu merupakan pemborosan; namun dibalik semua itu saya jadi mempunyai pikiran lain dan mengambil kesimpulan bahwa masyarakat Bali benar-benar telah memaknai sendiri apa itu arti sesaji secara sempurna. Arti sesaji bagi masyarakat Bali bukanlah hanya sekedar membuat atau menyajikan beberapa barang yang dianggap suci untuk persembahan bagi dewa mereka (Tuhan) tapi ternyata bahkan benar-benar telah dimaknai secara dalam; karena pada kenyataanya bukan hanya sampai pada sesaji itu saja melainkan adalah bahwa masyarakat Bali dalam kehidupan sehari harinya sangat jauh dari tindakan-tindakan yang tidak terpuji semisal mencuri. Ya, hampir di setiap tempat di Bali selalu aman dan tidak ada istilah kehilangan barang karena diambil atau dicuri; dan kalau tindak pencurian terjadi, biasanya yang melakukan bukanlah orang asli Bali.
Inilah yang sebenarnya ingin saya katakan bahwa makna sesaji dengan segenap doa dan ritualnya benar-benar telah terwujudkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari pada masyarakat Bali pada umumnya.
Dalam setiap ajaran agama; selalu mengajarkan ajaran yang baik; namun emplementasinya masih begitu jauh; dan itu memang bukan salah pada ajarannya melainkan pada manusianya; tapi bagi masyarakat Bali; setiap kali membuat sesaji; setiap kali pula langsung mengemplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Saya banyak belajar akan makna di balik sesaji itu dalam peng – emplementasian kehidupan sehari-hari.
Mudah-mudahan ini adalah sebuah pencerahan yang akan terus berlanjut bagi diri saya sendiri; dan mungkin juga bagi Anda semua.
Catatan :
- Saya agak kesulitan mencari istilah untuk sesuatu yang disajikan; saya agak khawatir istilah saya itu akan menurunkan arti atau nilai sesaji; namun saya tidak mempunyai maksud akan hal itu; untuk itu bila terjadi kesalahan saya mohon maaf.
Bila ada yang mempunyai kata-kata atau istilah yang tepat dengan senang hati saya akan mengganti kata atau istilah tersebut; tentu saja dengan ucapan banyak terima kasih.
- Tulisan ini adalah oleh-oleh spesial untuk sahabat-sahabat tercinta yang senantiasa tak pernah lelah untuk terus menggali apa itu makna hidup dan kehidupan
Langganan:
Posting Komentar (RSS)
Komentar :
Posting Komentar