- Saat ini begitu banyak kita temui di jalan raya anak-anak yang tingkat usianya belum diperbolehkan untuk mengendarai sepeda motor/mobil, yang itu adalah bibit pelanggaran paling awal tapi hal tersebut kadang justru sesuatu yang menjadi kebanggaan orang tua, untuk itulah sebaiknya tanamkan sejak dini kepada anak anak kita agar patuh pada aturan hukum yang berlaku, sebab kalau sejak awal sudah dibiarkan atau bahkan diajari melanggar hukum, maka pada tahap selanjutnya tentu akan terbiasa melakukan pelanggaran - pelanggaran yang lain.
- Tidak hanya sekali dua kali saya melihat di jalan, penyandang cacat pengguna kursi roda saat akan melakukan aktivitas kesehariannya, harus bersusah payah turun ke jalan raya karena trotoar yang fungsinya diperuntukkan bagi pejalan kaki dan kaum penyandang cacat sudah tidak bisa mereka akses. Untuk itu saran saya adalah : saat Anda berkendara di jalan raya, sebisa mungkin lihat dan patuhi segala tanda dan aturan lalu lintas demi kelancaran dan keamanan bersama. Apabila kita memakai sepeda motor/mobil sebisa mungkin kita juga memberi tempat kepada pengguna jalan yang lain yang lebih kecil seperti pengguna sepeda dan pejalan kaki. Apalagi bila di kota Anda sudah ada jalur khusus untuk sepeda seperti di Jogja.
Senin, 08 April 2013
Bijak berkendara
.
.
Hampir
setiap hari saat saya melewati jalan di depan Ambarukmo Plaza Jogja
yang ada garis garis hitam putih sebagai tanda untuk menyeberang, selalu
saja saya menemukan sebuah kejadian yang membuat saya harus mengelus
dada, dimana saat ada seseorang atau beberapa orang berusaha
menyeberang; masih saja banyak pengendara atau pengguna jalan yang lain
tidak berusaha mengurangi kecepatan kendaraannya tapi justru sebaliknya
yaitu mempercepat laju kendaraannya. Bahkan tak jarang ketika ada yang
akan menyeberang melewati rambu penyeberangan jalan tersebut dan saya
yang ada paling dekat dengan “si penyeberang jalan” berusaha
memperlambat laju kendaraan saya, pengendara dibelakang saya membunyikan
klakson motor/mobilnya berkali-kali …
Melihat
kejadian demi kejadian yang berulang seperti diatas maka timbul sebuah
pertanyaan besar di benak saya, fenomena budaya macam apakah yang sedang
melanda masyarakat kita ?
Pada
dasarnya alat transportasi bermesin diciptakan “memang” untuk
mempercepat jarak waktu, mempercepat hubungan antar manusia, agar lebih
mudah dan cepat untuk berkumpul dan berinteraksi. Akan tetapi pada
perkembangan saat ini hal itu justru berlaku sebaliknya, hubungan antara
satu manusia dengan manusia lainnya “justru” jadi tersekat, tersekat
oleh rasa ketidakpedulian satu orang dengan yang lain, ketidak pedulian
akan keselamatan jiwa orang lain, ketidak pedulian akan harga nyawa
orang lain, yang tentunya sama dengan tidak peduli dengan “rasa
kemanusiaan” itu sendiri.
Padahal
sebagaimana telah kita ketahui bersama, dalam setiap kesempatan kita
selalu mengatakan bahwa orang Indonesia terkenal dengan sikap
keramahtamahan, sikap tenggang rasanya, akan tetapi benarkah hal di atas
berlaku hingga saat ini, atau paling tidak berlaku dalam hal berkendara
di jalan raya ?
Melihat banyak fakta, saya berani mengatakan dengan tegas bahwa hal di atas rasanya sudah tidak relevan lagi.
Lalu bagaimanakah sebaiknya kita menyikapi pergeseran sikap/budaya diatas dengan bijak ?
Sangat
sulit rasanya untuk bisa mengubahnya dalam waktu sekejap, akan tetapi
ada beberapa tips/pengalaman sederhana saya yang barangkali bisa
diterapkan agar kita semua bisa lebih “bijak berkendara”.
Jangan
sekali-kali ketika keadaan jalan penuh dan macet Anda menggunakan
trotoar demi “alasan” agar Anda cepat sampai. Perlu dicatat, bahwa
trotoar dibuat adalah diperuntukkan bagi pejalan kaki dan penyandang
cacat, sehingga akan sangat kasihan sekali bila para penyandang cacat
yang sudah menderita sejak lahir, dalam kehidupan di jalan raya pun
tidak bisa menikmati kenyamanan dan harus berjibaku dengan pengguna
jalan yang lain yang untuk saat ini bisa diibaratkan sebagai rimba raya
jalanan yang ganas.
3. Untuk saat ini, tingkat polusi dan kebisingan di jalan raya
saya pikir sudah diambang yang tidak bisa ditoleransi lagi.
Nah,
untuk mengurangi tingkat polusi dan kebisingan tersebut Anda bisa
melakukan beberapa hal, diantaranya adalah sebisa mungkin bila Anda
bekerja atau melakukan kegiatan yang jaraknya tidak terlalu jauh
sebaiknya pergunakan saja kendaraan ramah lingkungan yaitu sepeda;
begitu juga apabila Anda mendapati di keluarga Anda atau barangkali anak
Anda menggunakan sepeda motor/mobil dengan perlengkapan tidak stándar
semacam knalpot yang di “belombong” yang sangat memekakkan telinga dan
menambah kebisingan, sebaiknya segera disuruh untuk mendesain ulang
sesuai standard yang berlaku dan tidak mengganggu pengendara yang lain.
Saat
ini tidak siang atau malam selalu terdengar bunyi klakson. Padahal,
secara etika, membunyikan klakson dilakukan hanya pada siang hari. Nah,
untuk itu sebisa mungkin pergunakan klakson sewajarnya saja. Adalah
lebih baik mengurangi kecepatan laju kendaraan kita daripada membunyikan
klakson kita.
Sebuah
catatan di bab ini dan sekaligus sebagai penutup ulasan saya, di
Jepang, klakson hanya dipergunakan untuk memberi peringatan saat hewan
lewat.
So, mari kita manusiakan manusia dengan tidak selalu mengumbar bunyi klakson.
Demikian
beberapa pengalaman dan tips sederhana saya. Semoga bermanfaat untuk
kita. Dan mudah- mudahan pengalaman dan tips sederhana saya ini membuat
kita semua bisa “lebih” bijak berkendara.
Salam hangat saya!
Sebuah ironi :
Ketika tabrakan terjadi justru di tempat penyeberangan jalan,
adalah sebuah cermin karena ketidak sabaran dan ketidak pedulian terhadap yang lain
saat dijalan raya
http://edukasi.kompasiana.com/2013/04/08/bijak-berkendara-549339.html
Langganan:
Posting Komentar (RSS)
Komentar :
Posting Komentar