- Pernahkah Anda berada dalam suatu kerumunan yang sama atau paling tidak menyaksikan kerumunan hampir setengah juta manusia yang datang berduyun-duyun dan memenuhi sepanjang jalan, tanpa diminta, bahkan dipaksa, melainkan sukarela ?
.
2. Untuk konteks saat ini, peristiwa atau kegiatan apakah yang bisa membuat masa berduyun duyun berdatangan, entah itu dengan suka rela ataupun karena suatu sebab dan dengan berbagai alasan yang menyertainya, termasuk diantaranya adalah alasan karena ingin mendapatkan suatu limpahan “materi” yang lebih dalam waktu sesaat ?
Saya ingin mencoba membantu menjawab pertanyaan tersebut dengan mencoba memerinci hal diatas dalam beberapa kriteria :
Pertama, ingin mendapatkan “materi” yang besar dalam waktu yang sesaat; seperti fun bike ataupun jalan sehat dengan iming-iming hadiah yang mahal harganya seperti mobil ataupun motor.
Kedua, sekedar refresing : seperti melihat pertunjukan band dan hiburan lainnya. Biasanya ini dilakukan dengan sekedar mencari hiburan melepas penat setelah seharian penuh suntuk dengan berbagai aktifitas yang menjenuhkan, dan bagi yang jomblo, siapa tahu dapat kenalan baru yang cocok untuk menjadi pasangannya.
Ketiga, melakukan refreshing dengan satu komunitas yang sama akan tetapi juga sambil mencoba membuat sebuah gerakan perubahan yang membangun kesadaran lingkungan sosial kemasyarakatannya dalam sebuah aksi nyata maupun penyadaran kolektif.
Kriteria ketiga ini juga tidak menutup kemungkinan untuk mendapatkan kenalan baru yang cocok untuk menjadi pasangan hidupnya, apalagi mempunyai kesenangan yang sama, tidak perlu harus mencocokkan kesenangannya lagi J
Namun biasanya kriteria yang ketiga ini lebih mementingkan tercapainya tujuan dari gerakan perubahan yang diinginkan tersebut dari pada sekedar mencari kenalan yang cocok untuk menjadi pasangan hidupnya.
Nah, dari ketiga kriteria ini masa dalam jumlah yang banyak bisa terkumpul, namun kriteria yang ketiga sajalah yang menurut saya yang bisa mengajak atau menggerakkan masa dengan jumlah yang banyak tapi dengan sukarela tanpa suatu sebab yang manfaatnya hanya bisa dipetik ataupun dinikmati diri sendiri, dan bukan manfaat untuk orang banyak, apalagi manfaat untuk masa depan bersama yang lebih baik.
3. Untuk konteks saat ini isu apa sih yang sangat relevan untuk bisa menggerakkan masa dalam jumlah yang banyak dan secara suka rela ?
Ada banyak isu yang relevan untuk bisa menggerakkan masa dalam jumlah yang banyak dan sukarela, apabila masyarakat sendiri sadar apa yang terjadi sebenarnya pada saat ini; yang diantaranya akan saya coba untuk memerincinya/memaparkannya sebagai berikut :
Saya awali terlebih dahulu tentang hal yang sepele namun sebetulnya sangat mengganggu kegiatan kita sehari-hari dalam beraktifitas, yaitu cuaca yang kita temui akhir akhir ini yang cenderung tidak menentu. Cuaca panas yang ekstrim yang kita rasakan beberapa saat yang lalu yang sudah berulang pada setiap tahunnya adalah salah satu diantaranya yang membuat kita tidak nyaman untuk beraktifitas, bergerak sedikit saja berkeringat, badan kegerahan dan seterusnya dan seterusnya ...
Apakah itu karena kesalahan alam, bahkan Sang penciptanya memang telah membuat ataupun menghendaki seperti itu ?
Bukan!
Semua itu bukanlah kesalahan alam apalagi penciptanya, melainkan adalah kesalahan manusia yang secara sadar ataupun tidak telah membuat semua itu terjadi.
Dan faktor-faktor yang membuat semua itu terjadi beberapa diantaranya adalah :
Banyak pohon ditebang dan diganti dengan bangunan bangunan yang kadang juga tidak memenuhi standar “ramah lingkungan”
Makin berjubelnya kendaraan bermesin baik itu sepedamotor maupun mobil yang secara otomatis membuat polusi dan panasnya bumi ini
Hal itu memang tanggung jawab kita semua untuk menyelesaikan permasalahannya, akan tetapi pihak yang lebih bertanggung jawab lagi adalah pembuat kebijakan yang bisa dan mempunyai wewenang mengatur semua itu menjadi lebih baik.
Lalu apa hubungannya ataupun relevansinya hal tersebut dengan sebuah kegiatan yang bisa menggerakkan masa dalam jumlah yang banyak dan secara suka rela ?
Apabila Anda adalah orang Jogja yang suka “srawung/bermasyarakat” baik sebagai mahluk sosial maupun mahluk jejaring sosial, atau dalam bahasa sederhananya bila Anda sering membaca media cetak maupun membaca hal hal baru dan yang sedang berkembang disuatu daerah melalui internet baik itu WEB, FB, Twitter dan yang lain maka Anda akan tahu dengan persis perkembangan situasi suatu daerah beserta gejolak yang menyertainya karena ada beberapa elemen masyarakat yang merasa bahwa perkembangan ataupun pembangunan suatu daerah/kota tidak sesuai dengan keinginan masyarakatnya, karena memang pembangunan tersebut tidak menyertakan masyarakat sebagai subyek nya melainkan hanya sebagai obyek ataupun penonton yang dibuat bingung, gelisah, gemas dan bahkan geram.
Dan itulah yang sedang terjadi di Jogja!
Sebagaimana yang pernah saya sebutkan dalam tulisan saya terdahulu yang berjudul Jogja Ora Didol yang berisi tentang kegelisahan yang timbul, maka tidak akan bosan-bosannya saya untuk mengulang kembali dalam mengungkap kegelisahan tersebut beserta latar belakang apa yang membuat kegelisahan tersebut muncul.
Berawal dari gerakan dari beberapa anak muda yang tergabung dalam beberapa komunitas sepeda dan juga komunitas reresik sampah serta kaum difable dan masyarakat lainnya, maka diadakanlah apa yang dinamakan “MertiKutha”.
dan dilanjutkan dengan Merti Kutho # 2 (Serangan Oemoem 1 Maret ) yang aksi nyatanya bisa Anda saksikan dalam Video iniNamun bagi para pesepeda, esensinya sebenarnya bukan itu saja, bukan masalah ketersediaan jalur sepeda akan tetapi sebelumnya justru ada sebuah keputusan yang sangat sulit dimengerti oleh para pesepeda dimana ada penghapusan program SEGOSEGAWE yang tiap hari Jumat diadakan di pemkot Jogja, program yang mengusung semangat agar Jogja kembali menjadi kota sepeda telah dimatikan semangatnya baik secara sadar maupun tidak sadar. Itulah esensinya gerakan tersebut, sebuah gerakan moral yang mengatakan bahwa seharusnya pemerintah kota Jogja tidk mematikan semangat agar Jogja menjadi kota sepeda lagi.
Akan tetapi, meskipun pemerintah kota Jogja berusaha mengkebiri semangat bersepeda/pesepeda, namun pesepeda Jogja tetap eksis dan bahkan menanggapinya dengan aksi menyulut semangat dengan mengusung slogan : “ ORA MASALAH HAR”, tanpamu sepedaku tetap melaju; sebuah slogan yang juga memunculkan kreasi video musik unik yang berjudul sama yaitu “ ORA MASALAH HAR” yang videonya dapat Anda saksikan dengan klik disini.
.
Adanya aksi-aksi nyata tersebut justru yang bereaksi awal adalah para Anggota dewan dalam bentuk dukunganDan meskipun sudah ada aksi nyata yang sebenarnya juga membantu meringankan beban pemkot tersebut namun pemerintah kota Jogja masih tetap terkesan “diam” saja maka mulailah akumulasi kegelisahan kegemasan dan kegeraman masyarakat memuncak dan berkesimpulan bahwa pemegang amanah Kota Jogja terkesan tidak peduli, masyarakat merasa bahwa Walikota Jogja TidakPeduli
.
Ketidak pedulian tersebut juga dirasa oleh para pedagang pasar kranggan yang tidak puas karena ada lapak/kios yang dibangun di area tidak resmi dan memakai badan jalan tidak segera ditertibkan. Dan keberadaan kios liar tersebut juga mengurangi pendapatan mereka yang telah membayar pajak secara resmi.
Reaksi yanag sama juga muncul dari para seniman yang merasa kurang terwadahi dalam berkreasi.
Karena belum ada tanda-tanda pemkot untuk muncul bahkan untuk sekedar mengajak berkomunikasi dengan masyarakat nya untuk menanyakan apa yang diinginkan rakyat terhadap kotanya sendiri., maka aksi pergerakan makin bertambah meluas dan muncul lagi sebuah kegiatan yang berkelanjutan yang diberi nama Festival Seni Mencari haryadi.
Festival ini akan berlangsung dari tanggal 6 Oktober 2013 s/d 6 Maret 2014.
Untuk mengetahui apa saja kegiatan dalam festival tersebut, Anda bisa membuka link berikut ini Dan juga video ini
yang salah satu cuplikan dalam wawancara tersebut ada komentar yang berbunyi demikian :“ ... .persoalannya adalah, lebih gampang menemui pak Sultan (Gubernur DIY) daripada pak Walikota .... “
Dan, pada saat akhirnya pemkot (Walikota beserta jajaran humasnya) memberi jawaban yang dilansir beberapa media, alih-alih menanggapi dengan cerdas, akan tetapi justru tanggapan/jawaban tersebut menimbulkan berbagai tanggapan dan komentar yang bernada heran dan bahkan jadi sedikit sinis, sebagai contoh adalah :
Ketika beberapa elemen menyeru dengan kata “Jogja Ora Didol” termasuk seniman Street Art yang membuat mural dan membuat pernyataan yang mengatakan bahwa
Maka, humas pemkot mengatakan bahwa :
Jogja harus dijual!
Sebuah pernyataan sangat lucu karena tidak tahu esensi apa dibalik makna kata “Jogja Ora Didol” seperti yang dipaparkan diatas. Selain lucu, bagi masyarakat Jogja, barangkali juga masyarakat Indonesia, kata “dijual” sebenarnya hal yang “saru” untuk dikatakan begitu saja ...
Ketika menanggapi adanya kegiatan Festival Seni Mencari Haryadi pernyataan/jawabanBapak Walikota Jogja adalah seperti berikut :
“... Saya tidak perlu dicari karenasaya tidak kemana-mana ...”
Itulah sebuah jawaban dari Walikota Jogja sendiri yang terkesan tidak tahu esensi apa yang dicari oleh rakyatnya, yaitu bukan mencari dalam artian fisik melainkan dalam arti peran dan fungsi walikota selama ini, peran dan fungsi yang selama ini belum/tidak kelihatan sehingga ada anggapan dari masyarakat bahwa Jogja bagaikan kota autopilot
.
Demikianlah rentetan peristiwa demi peristwa yang sudah terjadi dan belum juga ada titik terang, sejauh mana tindakan nyata membenahi segala permasalahan yang ada di Jogja oleh Walikota Jogja yang juga sempat mendapat himbauan pula dari GKR Hemas agar bekerja lebih serius.
Tidak itu saja, para kerabat Keraton yang lainpun sempat mengatakan kekecewaannya...
Dan,
Maka,
Ketika pemangku jabatan sudah tidak nampak nyata fungsinya
Ketika jalan-jalan sesak, semrawut dan macet bahkan terjadi peningkatan kecelakaan lalulintas
Ketika ruang publik, ruang bermain bagi warga, bagi anak, bagi orang banyak untuk bersantai ditengah kepenatan makin tak tersedia
Ketika badan kanan kiri jalan / trotoar dipenuhi
parkir sepeda motor dan mobil yang sejatinya adalah menyerobot hak penyandang
cacat / difable, tanpa ada pembelaan secara formal.
Ketika bangunan-bangunan hotel dan mall didirikan
dan menggeser peradaban kampung/kota yang secara sadar atau tidak telah membuat
orang kampung menjadi terasing di kampungnya sendiri, beserta resiko kena
limbah dan macetnya drainage dan masalah yang lain
Ketika semua itu mengganggu keseimbangan alam dan lingkunan
Ketika pemangku jabatan kota sudah siingatkan secara bersama, bahkan oleh pejabat yang diatasnya tapi tetap belum bergeming
Apakah kita akan tinggal diam saja ?
.
Oleh sebab itu, bagi Anda yang merasa sebagai rakyat Jogja, ataupun yang merasa memiliki dan mencintai Jogja, alangkah eloknya bila telah menyaksikan renteten perstiwa demi peristiwa diatas, tergerak untuk bergerak, bergerak bersama membangun kota Jogja, dengan bersama sama melakukan aksi, aksi nyata baik itu berupa kesediaan bergabung dalam setiap yang sudah dilakukan maupun membuat sebuah aksi nyata lain yang bersifat membangun, dengan ataupun tanpa pemerintah. Karena itu yang telah dilakukan oleh teman-teman sebelumnya, dan yang sedang dan akan terus dilakukan.
.
Atau akankah nama Anda tercatat dalam sejarah perjalanan hidup di dunia ini, hanya sekedar jadi penonton saja. Penonton yang hanya bisa menikmati keberhasilan dari usaha orang lain, atau penonton yang terkena imbas pembangunan yang tidak manusiawi dan mewariskannya kepada anak cucu Anda karena Anda tidak berusaha mencegahnya dengan cara (ikut) bergerak bersama, memberi sumbangsih baik pikiran terlebih tenaga. Demi sesuatu yang lebih baik.
.
Mari bergerak bersama
.
Gerakan bersama kita yang masif sambil memberi himbauan pada yang lain untuk melakukan hal yang sama, akan membuat semua itu menjadi dan membangun sebuah “kesadaran kolektif”
.
Kesadaran kolektf yang makin memunculkan sebuah gerakan dalam barisan yang lebih luas lagi, bergerak dalam barisan ribuan orang,
.
Dengan sukarela
.
Salam berdaaya!
Lereng Merapi, Akhir Nopember 2013
.
Sekedar tambahan referensi untuk kita semua ;
http://jogjakini.wordpress.com/2012/02/11/ketika-setengah-juta-manusia-mengiringi-pemakaman-sri-sultan-hb-ix/
http://unikboss.blogspot.com/2010/11/sejarah-sri-sultan-hamengku-buwono-ix.html
http://regional.kompasiana.com/2013/11/01/ketika-ribuan-orang-bergerak-dengan-sukarela--605661.html
Komentar :
Posting Komentar