Menurutnya, laki-laki juga harus terkena Undang-Undang (UU) Pornografi kalau mempertontonkan anggota tubuh di depan umum.
” UU Pornografi janagan hanya dibuat untuk perempuan. Kalau Rhoma Irama pakai baji dan kancingnya dibuka, dadanya akan kelihatan rambutnya, perempuan bisa saja tertarik,” ujar Permaisuri Sri Sultan Hamengkubuwono(HB) X itu pada seminar Peran Perempuan Dalam Pembangunan Daerah di Kabupaten Bantuk, di Gedung Induk Parasamaaya, kemarin(2./12)
menurut Gusti Hemas, sesuatu yang ada di dalam pikiran, tidak semestinya dibuat unang-undang yang mengikat.
“Jika memang penyanyi dangdut dengan pakaian seronok tidak boleh tampil di media, saya setuju,“ tegasnya, yang menjadi persoalan adalah UU Pornografi mengatur gerak tubuh perempuan, dengan demikian selalu aja perempuan yang jadi objek.
Perempuan kelahiran Jakarta 31 Oktober 1952 itu menegaskan dirinya bersama dengan elemen masyarakat yang tidak setuju terhadap UU Pornografi akan mengajukan Judicial review terhadap isi undang-undang yang menjadikan wanita sebagai objek. “ UU Pornografi ini sangat arat dengan kepentingan politik. Kendati sudah disahkan, UU oni tidak bisa dilaksanakan di Indonesia yang sarat dengan pluralisme budaya,” tegas ibu dari lima putrid yang juga anggota Dewan Perwakilan daerah (DPD) periode 2004-2009 dari Propini DIY.
Gusti Hemas juga mengungkapkan partisipasi perempuan menjadi kurang optimal. Karenanya, banyak kepentingan perempuan yang kurang memadai dalam pembahasan. “ Dengan demikian, tidak ada rencana untuk memperbaiki ketimpangan yang ada,” keluh Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) DIY itu.
Dia menjelaskan masih minimnya perempuan dalam pemerintah daerah, mengakibatkan partisipasi dalam pembangunan relative rendah.
“Harus diakui, banyak hambatan yang dihadapi perempuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Banyak produk hokum dan perundang-undangan yang diskriminatif dan tidak adil gender. Selain itu, perempuan dan masyarakat tidak memiliki perspektif gender karena kentalnya budaya patriarki,” tandas Penasehat Dharma Wanita Persatuan (DWP) dan Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BKKKS) Provini DIY ini.
Harjo, 3 Desember 2008
Komentar :
Posting Komentar